JAKARTA,
– Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyatakan akan meninjau langsung rumah flat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, yang sempat viral di media sosial.
Maruarar mengatakan, pihaknya masih menjadwalkan kunjungan ke lokasi tersebut di tengah padatnya agenda rapat.
“Nanti dijadwalkan, kita mesti rapat-rapat, besok rapatnya juga banyak ya. Saya mau lihat dulu baru bicara,” ujarnya saat ditemui usai kegiatannya di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025) malam.
Sebelumnya, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menyatakan bahwa konsep rumah vertikal seperti flat Menteng sangat sesuai dengan arah kebijakan perumahan di kota-kota besar.
“Intinya segala perumahan vertikal sangat didorong di kota-kota besar karena harga tanah yang sudah tidak memadai lagi bagi rumah tapak,” ujar Fahri saat dihubungi
, Jumat (11/7/2025).
Seperti diketahui, flat Menteng berlokasi di Jalan Rembang 11, Menteng, Jakarta Pusat. Kawasan tersebut dikenal sebagai salah satu wilayah dengan harga properti termahal di ibu kota.
Berdasarkan pantauan
pada Kamis (10/7/2025), flat ini hanya berjarak sekitar 450 meter dari Stasiun KRL Sudirman dan 550 meter dari Stasiun MRT Dukuh Atas BNI. Lokasinya berada di kawasan permukiman yang asri dan tenang, meski berada di pusat kota.
Selain hunian, di lantai dasar rumah flat ini terdapat Toko Buku dan Kafe Kobam yang menghadirkan buku-buku bertema sejarah perkotaan. Di sebelah kanan bangunan, terdapat kantor dan perpustakaan pribadi Rujak Center for Urban Studies.
Berbanding terbalik dengan harga rumah di sekitarnya, flat empat lantai ini ditawarkan dengan harga yang relatif terjangkau karena dibangun secara kolektif melalui sistem koperasi perumahan.
Pembangunan flat ini digagas oleh arsitek sekaligus pakar tata kota, Marco Kusumawijaya, menyusul diberlakukannya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang, yang mengakui eksistensi rumah flat sebagai bentuk hunian multi-keluarga.
Kemudian, ia bersama beberapa keluarga lainnya membentuk sebuah koperasi perumahan dalam rangka penyediaan hunian khusus untuk anggotanya.
Flat Menteng berdiri di atas lahan seluas 250 meter persegi milik Marco.
Rumah ini terdiri dari tujuh unit dengan luas 40 meter persegi sampai dengan 80 meter persegi. Namun terdapat dua unit yang digabung, sehingga luasnya 120 meter persegi.
Kemudian, di lantai dasar terdapat Toko Buku dan Kafe Kobam serta kantor Rujak Center for Urban Studies yang masing-masing luasnya sekitar 15 meter persegi dan 80 meter persegi.
“Orang yang tinggal di sini adalah anggota koperasi juga. Jadi setiap anggota koperasi itu memberikan ke koperasi simpanan wajib,” ujarnya saat dihubungi
pada Selasa (8/7/2025).
Menurut dia, keberadaan koperasi perumahan juga berfungsi menjaga stok unit agar tidak diperdagangkan di pasar bebas. Sehingga bisa seperti konsep perumahan sosial.
Kalaupun terdapat penghuni yang akan pindah dari flat Menteng, maka unitnya dikembalikan kepada koperasi.
Sementara koperasi akan mengembalikan simpanan wajib beserta bunga sesuai rata-rata inflasi kepada penghuni.
“Jadi unitnya tidak diperdagangkan bebas. Dengan demikian dapat menekan harga karena terlepas dari spekulasi pasar,” imbuhnya.
Bagaimana Konsep Pembiayaannya?
Pria yang juga merupakan Direktur Rujak Center for Urban Studies itu menyampaikan, setiap penghuni mengeluarkan biaya awal untuk pembangunan unit sesuai tahapan konstruksi dan tagihan kontraktor.
Adapun biaya pembangunan flat Menteng sekitar Rp 8 jutaan per meter persegi. Itu sudah termasuk biaya perancangan serta perizinan.
Artinya, jika luas unitnya 40 meter persegi, maka biaya yang dikeluarkan penghuni sekitar Rp 320 juta. Sementara jika luas unitnya 80 meter persegi, maka biayanya Rp 640 juta.
Biaya konstruksi pembangunan itu juga merupakan bagian dari simpanan wajib yang diberikan penghuni kepada koperasi.
“Jadi dibayarnya sesuai dengan pentahapan pembangunan. Itu yang disebut simpanan wajib. Artinya nanti ketika orang itu keluar (dari flat Menteng), simpanan wajib itu yang dikembalikan kepada dia plus bunga sesuai rata-rata inflasi (bukan inflasi properti),” jelasnya.
Setelah itu, lanjut Marco, penghuni juga membayar biaya sewa tanah setiap empat bulan sekali. Namun untuk sementara tahun pertama ini dibayar setiap bulan.
Total biaya sewa tanah keseluruhan sebesar Rp 90 juta per tahun. Nominal itu dibagi secara proporsional oleh setiap penghuni berdasarkan luas unit yang dimiliki.
“Jangka waktu sewa tanahnya selama 70 tahun dan bisa diperpanjang,” tambahnya.
Di samping itu, penghuni juga membayar biaya pemeliharan, kebersihan, dan sejenisnya.
Kenapa Harga Rumah flat Menteng Bisa Lebih Murah?
Harga flat Menteng tentu tergantung luas unitnya. Namun rata-rata per unit diperkirakan tak sampai Rp 1 miliar.
Marco pun menjelaskan, ada beberapa hal yang membuat flat Menteng bisa lebih murah dibandingkan harga properti di pasaran.
Pertama soal biaya keuntungan. Kata Marco, sewajarnya keuntungan dalam bisnis properti sekitar 20-30 persen. Namun, di banyak tempat keuntungan bisa mencapai 50-100 persen.
“Biaya seperti itu yang tidak ada di koperasi. Karena kami kan tidak menambahkan biaya keuntungan,” ujarnya.
Kemudian tentang tanah, rumah flat ini tidak menggunakan sistem beli putus, melainkan sewa tanah dengan jangka panjang. Sehingga bisa menekan biaya sewanya.
Selanjutnya, tidak ada biaya marketing. Rumah flat sifatnya langsung diberikan kepada anggota koperasi yang memang sejak awal berminat memiliki hunian.
Berikutnya, koperasi tidak banyak mengandalkan dana pinjaman dari perbankan.
“Tapi secara umum, kan yang dipangkas itu (karena) kami menggunakan dana sendiri. Maka menjadi lebih murah dari harga pasar,” bebernya.
+ There are no comments
Add yours