Ketika Anies Komentari Sejarah dan Presiden Tak Hadiri PBB

Estimated read time 3 min read


JAKARTA,

– Eks calon presiden Pilpres 2024, Anies Baswedan, kembali tampil ke publik saat menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Gerakan Rakyat, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/7/2025).

Meski tak menjabat posisi apa pun dalam ormas ini, Anies dianggap sebagai tokoh inspiratif dan disambut hangat oleh para peserta.

Dalam kesempatan itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyampaikan sejumlah pandangan penting, dari penulisan ulang sejarah nasional hingga kritik terhadap absennya Presiden RI dalam forum global dan kekhawatiran atas kemunduran demokrasi.

Penulisan ulang sejarah

Anies menanggapi rencana pemerintah untuk membarui narasi sejarah nasional.

Ia menekankan bahwa penulisan ulang sejarah harus jujur, lengkap, dan objektif, tanpa mengurangi atau menambah fakta.

“Objektivitas, kelengkapan atas semua peristiwa yang terjadi. Bangsa mana pun ada masa jaya, ada prestasi yang dibanggakan, ada problem yang harus dikoreksi,” kata Anies, saat ditemui di lokasi acara Rapimnas I Gerakan Rakyat.

“Dan kesemuanya adalah bagian dari sejarah. Karena itulah semuanya menjadi pelajaran. Karena itulah penting untuk tidak mengurangi dan juga tidak menambah, tapi lengkap apa adanya, sehingga sejarah menjadi pelajaran,” sambung eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.

Menurut Anies, keberhasilan dan kekurangan bangsa harus dicatat secara utuh untuk memberikan pelajaran pada generasi mendatang.

Saat berpidato, Anies menyoroti bahwa Presiden RI telah bertahun-tahun absen dari Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang kini selalu diwakili Menteri Luar Negeri.

“Bapak ibu sekalian, bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri,” kata Anies.

Dia menilai, sikap pasif di dunia internasional dapat merugikan posisi strategis Indonesia sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara dan dunia.

“Kalau kita tidak aktif di dunia internasional, itu seperti begini. Kita warga kampung. Ukuran kampungnya nomor 4 terbesar. Ukuran rumahnya nomor 4 terbesar di RT itu. Tapi, kalau rapat kampung kita tidak pernah datang. Cuman kita bayar iuran jalan terus,” ujar dia.

Padahal, Anies menegaskan Indonesia memiliki posisi strategis di Asia Tenggara yang relatif stabil dibanding kawasan Asia Timur dan Selatan yang kerap diwarnai ketegangan geopolitik.

“Di Timur ada Tiongkok paling besar, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Taiwan, ini semua wilayah yang suasananya tegang, bukan yang suasananya teduh. Tak terbayangkan utara dan selatan. Antara Korea Selatan dan Utara tegang. Antara Tiongkok dengan Jepang, tegang,” kata dia.

Karena itu, menurut dia, Indonesia punya peran besar dalam menjaga keteduhan di kawasan.

Mundurnya demokrasi

Anies juga menyoroti tren kemunduran demokrasi yang terjadi di sejumlah negara dan mengingatkan pentingnya menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.

Ia mempertanyakan, apakah bangsa Indonesia rela membiarkan kemunduran demokrasi juga terjadi di Tanah Air.

“Hari ini kita menyaksikan banyak tempat di dunia mengalami kemunduran dalam praktik demokrasi. Akankah kita biarkan bila Indonesia mengalami kemunduran demokrasi? Akankah kita biarkan?” ujar Anies, dalam pidatonya.

Menurut dia, demokrasi memiliki peran penting dalam memastikan kebijakan negara tetap sejalan dengan aspirasi rakyat.

Demokrasi, lanjut Anies, memberi ruang koreksi melalui mekanisme periodik, seperti pemilu dan masa jabatan.

“Tanpa demokrasi, tidak ada masa jabatan. Kalau meleset, maka dia akan meleset dalam durasi yang amat panjang. Itu membuat setiap bangsa mengambil keputusan apapun, dia tahu ini untuk periode sekian. Bila ternyata tidak tepat, besoknya bisa lakukan perubahan,” tutur dia.

Terakhir, menurut Anies, kualitas demokrasi serta penyelesaian persoalan domestik seperti HAM dan lingkungan menjadi prasyarat agar Indonesia bisa tampil lebih kredibel di dunia internasional.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours